SHARE 1

RUMAH ADAT PROVINSI SUMATERA SELATAN (SUMSEL)

RUMAH LIMAS rumah

Gambar: Rumah Limas                                                                                 Sumber : https:https://www.google.com/search?q=rumah+limas&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=ggPzVImOPIyWuASuiYDIBw&ved=0CB0QsAQ&biw=1366&bih=694#tbm

Rumah limas merupakan rumah adat provinsi Sumatera Seatan. Rumah Limas berasal dari dua suku kata yaitu Lima dan Emas. Bentuk rumah limas sama seperti namanya yaitu berbentuk menyerupai piramida terpenggal (limasan). Ada dua jenis rumah limas di Sumatera Selatan, yaitu rumah limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda / bertingkat-tingkat. Bangunan rumah limas bertingkat-tingkat dengan filosofi tersendiri di setiap tingkatannya. Tingkatan tersebut disebut dengan bengkilas. Rumah limas yang kedua dengan lantai sejajar, rumah limas dengan lantai sejajar biasanya disebut rumah ulu. Rumah limas umumnya sangat luas berkisar antara 400 – 1000 m2 dan biasanya dijadikan tempat untuk acara adat. Nilai-nilai budaya Palembang juga dapat dilihat dan dirasakan dari ornamen ukiran yang terdapat pada pintu dan dindingnya. RumahLimas dibangun diatas tiang-tiang atau cagak, sehingga bentuk rumah limas menyerupai rumah panggung yang mengadaptasi pada keadaan geografis Palembang yang sebagian besar terdiri dari perairan.

  • Filosofi dan Arti-arti dari Rumah Limas

Berbagai filosofi mendasari bentuk-bentuk pada rumah limas diantaranya selain berbentuk limas, rumah tradisional Sumatera Selatan ini juga tampak seperti rumah panggung dengan tiang-tiangnya yang dipancang hingga ke dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis lingkungannya yang berada di daerah perairan. Tingkatan yang dimiliki rumah ini disertai dengan lima ruangan yang disebut dengan kekijing, merupakan simbol atas lima jenjang kehidupan bermasyarakat, yaitu usia, jenis, bakat, pangkat dan martabat. Detail di setiap tingkatnya pun berbeda-beda.

Bangunan rumah limas biasanya berbentuk persegi panjang yang memanjang kearah belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan panjang mencapai 100 meter. Arah orientasi Rumah Limas ke timur dan barat atau dalam falsafah disebut menghadap ke arah Matoari Eedoop dan Mato Ari Mati. Arti dari kata Matoari Eedoop adalah matahari terbit yang memiliki makna filosofi “awal mula kehidupan manusia” dan Mato Ari Mati matahari tenggelam yang memiliki makna filosofi “akhir kehidupan manusia atau kematian”. Secara tidak langsung Rumah Limas menggambarkan siklus kehidupan manusia dari ahir hingga meninggal. Jika dilihat dari tata letak ruang penandaan arah tersebut menunjukkan adanya pembagian bangunan depan dan belakang. Di bagian depan terdapat ruang penerima tamu dengan dinding yang memilliki bukaan luas dengan adanya jendela-jendela yang berjajar. Ruang utama yang berada di tengah rumah disebut dengan ’Ruang Gajah’. Ruang gajah adalah tempat yang paling dihormati, posisinya dibatasi dengan tiang-tiang utama yang disebut dengan ’Sako Sunan’. Kamar-kamar tidur terletak di sisi kiri dan kanan berhubungan dengan dinding luar, sedangkan bagian belakang rumah berfungsi sebagai dapur.

Denah-Rumah-Limas

Gambar: Bentuk dan Denah Rumah Limas                                                                                                                                                     Sumber: http://www.gosumatra.com/rumah-limas-sumatera-selatan/ 

Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang atau cagak yang terbuat dari jenis kayu Unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas Palembang merupakan rumah panggung yang bagian kolong rumahnya dimanfaatkan sebagai tempat untuk kegiatan sehari-hari. Ketinggian dari lantai panggung dapat mencapai 3 meter. Untuk masuk ke dalam Rumah Limas dibuatlah dua buah tangga kayu yang dapat dinaiki dari sisi kiri dan kanan. Bagian teras rumah umumnya dikelilingi oleh pagar kayu berjeruji yang disebut Tenggalung. Makna filosofis dari pagar kayu tersebut adalah untuk melindungi dan menahan agar anak perempuan atau anak gadis tidak keluar rumah.

Pada tingkat pertama yang disebut Pagar Tenggalung, merupakan teras terendah yang bagian dinding ruangannya dihiasi dengan ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna keemasan. Tak jarang, pemilik menggunakan timah dan emas di bagian ukiran dan lampu- lampu gantung antik sebagai aksesori. Ruang pada tingkat pertama tidak memiliki dinding pembatas, terhampar seperti beranda saja. Suasana di tingkat pertama lebih santai dan biasa berfungsi sebagai tempat menerima tamu saat acara adat. Naik pada ruang kedua disebut Jogan, digunakan sebagai tempat berkumpul khusus untuk pria memiliki enam pintu dibentangi karpet hijau. Naik lagi pada ruang ketiga yang diberi nama Kekijing Ketiga, posisi lantai tentunya lebih tinggi dan diberi batas dengan menggunakan penyekat. Ruangan ini biasanya untuk tempat menerima para undangan dalam suatu acara atau hajatan, terutama untuk undangan atau tamu dan kerabat yang sudah separuh baya. Kemudian ruangan keempat yang disebut Kekijing Keempat, yang memiliki posisi lebih tinggi lagi. Begitu juga dengan orang-orang yang dipersilakan untuk berada di ruangan ini pun memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dan dihormati oleh pemilik rumah, seperti undangan yang lebih tua, Dapunto dan Datuk. Ruang kelima yang memiliki ukuran terluas disebut Gegajah. Didalamnya terdapat ruang Pangkeng, Amben Tetuo, dan Amben Keluarga. Amben adalah sebutan untuk balai musyawarah. Amben Tetuo sendiri digunakan sebagai tempat tuan rumah menerima tamu kehormatan serta juga menjadi tempat pelaminan pengantin dalam acara perkawinan. Dibandingkan dengan ruang lainnya, Gegajah adalah yang paling istimewa sebab memiliki kedudukan privasi yang sangat tinggi. Begitulah setiap ruang dan tingkatan Rumah Limas yang memiliki karakteristiknya masing-masing.

Pangkeng Penganten, (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui Dampar (kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Berikutnya adalah ruang Kepala Keluarga, Pangkeng Kaputren adalah kamar anak perempuan, Pangkeng Keputran adalah kamar anak laki-laki, Ruang Keluarga, dan Ruang Anak Menantu. Semetara pada bagian belakang terdiri dari Dapur atau pawon, Ruang Pelimpahan, dan Ruang Hias/Toilet. Pembagian ruang secara fisik berfungsi batasan aktivitas yang berlangsung di rumah berdasarkan tingkat keprivasiannya.

Tingkat atau kijing yang dimiliki Rumah Limas menandakan garis keturunan asli masyarakat Palembang. Dalam kebudayaannya, dikenal tiga jenis garis keturunan atau kedudukan seseorang, yaitu Kiagus, Kemas atau Massagus, serta Raden. Tingkatan atau undakannya pun demikian. Yang terendah adalah tempat berkumpul golongan Kiagus. Selanjutnya, yang kedua diisi oleh garis keturunan Kemas atau Massagus. Kemudian yang ketiga, diperuntukkan bagi golongan tertinggi yaitu kaum Raden. Besar Rumah Limas melambangkan status sosial dari pemilik rumah, semakin besar rumahnya maka semakin tinggi status sosialnya. Rumah Limas yang besar biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.

Hiasan atau ukiran yang ada di dalam Rumah Limas pun memiliki simbol-simbol tertentu. Jika dilihat dengan seksama ke dalamnya, akan terlihat ornamen simbar atau tanduk pada bagian atas atap. Simbar dengan hiasan Melati melambangkan mahkota yang bermakna kerukunan dan keagungan rumah adat ini. Tanduk yang menghiasi atap juga bermakna tertentu sesuai dengan jumlahnya.

Secara personal, sikap pribadi masyarakat Palembang menjunjung tinggi kehormatan laki-laki dan wanita. Dan secara sosial, menunjang citra diri kebudayaan Palembang yaitu dengan menjunjung tinggi norma-norma adat yang berlaku di masyarakat. Bentuk rumah yang luas merupakan gambaran kondisi sosial budaya masyarakat Palembang yang menjunjung tinggi sifat kebersamaan dalam bentuk gotong royong.

Sedangkan dengan bentuk ruang dan lantai berkijing-kijing pada rumah Limas, manandakan bahwa rumah limas memiliki tata aturan sosial yang rapi dan sangat ketat untuk ditaati. Tempat duduk para tetamu pada saat adanya acara adat pada Rumah Limas seolah sudah ditentukan berdasarkan status tamu tersebut. Para ulama, pemuka masyarakat, saudagar duduknya pada tempat kijing yang tinggi sedangkan yang lain menyesuaikan diri dengan kedudukannya. Apabila dilanggar maka orang tersebut menjadi kaku dengan suasana, karena rasa segan/canggung ataupun rasa takut dan malu.

  • Bahan Baku Pembentuk Rumah Limas

Bahan material dalam membuat dinding, lantai, serta pintu menggunakan kayu Tembesu. Bagian dinding juga bisa terbuat dari kayu Merawan. Kayu yang berbentuk papan (persegi panjang) disusun tegak untuk dinding dan disusun horizontal menurut besaran masing-masing ruang untuk lantai. Sementara untuk tiang rumah, pada umumnya menggunakan kayu Unglen atau Merbau yang tahan air. Berbeda dengan rangka atap rumah yang terbuat dari kayu Seru. Kayu ini cukup langka. Kayu ini sengaja tidak digunakan untuk bagian bawah Rumah Limas, sebab kayu Seru dalam kebudayaannya dilarang untuk diinjak atau dilangkahi. Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua undak-undakan kayu dari sebelah kiri dan kanan.

  • Proses Pembangunan Rumah Limas

Pembangunan Rumah Limas Palembang dimulai dengan upacara yang diadakan oleh keluarga dari orang yang akan membangun. Upacara mendirikan rumah ini dilakukan dengan menyembelih hewan ternak seperti ayam atau kambing, dengan mengajak tetangga sekitarnya. Dalam upacara dilakukan doa-doa dan dilanjutkan dengan pertemuan untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pendirian rumah. Sebagai penutup upacara diadakan acara makan bersama.

Pengumpulan bahan bangunan biasanya sudah disiapkan terlebih dahulu sebelum atau sesudah upacara. Jika diperkirakan bahan bangunan tersebut cukup, maka yang berupa kayu harus direndam dalam air mengalir sampai enam bulan. Sampai pada waktu pembangunannya, bahan tersebut dikeringkan dan dipilih sesuai dengan elemen konstruksi yang akan digunakan. Sebelum memulai konstruksi diadakan upacara pendirian tiang dengan menyembelih hewan ternak seperti kambing atau sapi. Upacara ini dengan mengundang seluruh tenaga kerja pembangunan rumah besarta masyarakat sekitarnya.

Masyarakat Palembang memilih hari Senin sebagai hari baik dalam memulai pembangunan rumah. Tempat yang terbaik bagi pendirian rumah adalah lokasi yang dekat dengan sungai. Untuk mendirikan rumah, masyarakat menggunakan tenaga perancang yang memiliki pengetahuan dan adat membangun rumah. Tenaga ini biasanya memiliki ilmu turun-temurun sebagai ahli dalam bangunan tradisional. Mereka bukan hanya mengetahui sistem struktur konstruksi dan detail rumah, namun juga bisa memilih bahan bangunan/kayu yang baik.

Tahap pertama dari pembangunan rumah limas Palembang dilakukan dengan menggali tanah terlebih dahulu. Yang pertama kali dipasang adalah tiang tengah (Sako Sunan), yang dirangkai dengan balok2 penguatnya, kemudian baru memasang tiang-tiang lain dan merangkainya dengan balok lain pula. Pemasangan tiang-tiang ini berurutan dengan proses penggalian dan pengurugan tanah kembali.

Pekerjaan struktur ini dilanjutkan dengan pemasangan kuda-kuda dan kerangka atap sampai dengan penyelesaian konstruksi atap beserta penutupnya. Setelah bangunan memiliki atap, barulah dibuat elemen konstruksi lantai dan dinding. Sebelum memasang rerangka atap diadakan upacara naik atap. Demikian pula jika seluruh bagian rumah telah selesai, sebelum ditempati juga diadakan upacara yang bernama ’Nunggu Rumah’.

http://www.gosumatra.com/rumah-limas-sumatera-selatan/

https://id-id.facebook.com/notes/wong-palembang-nian/rumah-limas-palembang-dan-sejarahnya/195397890476606

http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1004/rumah-limas-sumatera-selatan

https://archnewsnusantara.wordpress.com/2009/08/09/rumah-limas-rumah-adat-palembang/

http://adewaych.blogspot.com/p/rumah-adat-limas.html

http://rumahadat.blog.com/2012/06/23/rumah-adat-palembang/

Leave a comment